LDII dan Kominfo Ingatkan Kecakapan Digital Dapat Wujudkan Peradaban yang Maju
Semarang (21/9). Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menunjukkan sejak 2017, literasi digital mengalami peningkatan. Namun masih berada pada indeks 3,49 dari skala 5 pengguna digital. Terlebih lagi, waktu pemakaian internet di Indonesia meningkat masif dengan rata-rata sekitar 8-9 jam per hari daripada rata-rata dunia yang 6 jam per hari.
Untuk meningkatkan produktivitas penggunaan internet yang masif tersebut, Menkominfo Jhonny G Plate mendorong terwujudnya talenta digital yang andal dan mumpuni. “Melalui perpaduan _technical skill_ dan _soft skill_, akan melahirkan kecakapan digital yang paling dibutuhkan,” ujarnya saat berbicara di webinar “Makin Cakap Digital 2022 Kelompok Masyarakat dan Komunitas” hasil kolaborasi Kominfo dan DPW LDII Jawa Tengah, pada Rabu (21/9).
Kecakapan _technical skill_ meliputi _artificial intelligence_, _big data_ dan _cloud computing_. “Sedangkan _soft skill_ meliputi _critical thinking_, _communication_, _collaboration_, dan _creativity_,” pungkas Jhonny G Plate.
Ia berharap dengan pembauran keterampilan tersebut, terlahir sumber daya manusia yang andal, produktif dan berdaya saing. “Ini menjadi kunci utama transformasi digital nasional. Sehingga, kemampuan literasi digital menjadi keniscayaan bagi pengguna internet di Indonesia,” ujar Menkominfo Jhonny G Plate.
Senada, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso mendorong perlu kerja sama semua pihak dalam memproduktifkan tingginya waktu berinternet di Indonesia. “Eksposur media sosial di Indonesia itu luar biasa. Betapa rawannya orang Indonesia untuk terpengaruh berbagai macam budaya luar ketika literasi rendah,” ujarnya.
Aneka ragam budaya dari penjuru dunia, tanpa literasi digital yang cukup dapat mempengaruhi seseorang. “Sekian persen pengguna ketika informasi salah didapat, itu yang mengkhawatirkan. Rendahnya literasi ini menjadi tantangan serius,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPW LDII Jawa Tengah, Singgih Tri Sulistiyono juga mengatakan, literasi digital adalah permasalahan mendasar yang dihadapi generasi Z. Kemajuan teknologi mendorong perubahan kebudayaan. Seperti _internet of things, artificial intelligence_, dan robotik memiliki dampak negatif, yang sering disebut VUCA (_volatile, uncertainty, complexity, ambiguity_). “Sifatnya volatile, ketidakpastian akibat banyak informasi, kompleks, membingungkan, sulit dipahami atau multitafsir,” ungkapnya.
*Upaya Sosialisasi Cakap Digital Masyarakat Menyeluruh*
Pemerintah telah menargetkan tahun 2024 ada 50 juta orang yang terkoneksi internet. Karena itu, menurut KH Chriswanto, pemerintah atau Kominfo sebagai leading sector perlu menggandeng ormas yang memiliki basis massa, dan membantu edukasi literasi digital pada warganya.
“Level bawah perlu terus pelatihan (_coaching_), sehingga merasakan manfaat teknologi. Mengenai kerawanan data, Kominfo perlu memperhatikan hal itu dengan maintain secara reguler. Sehingga peluang aman bagi data masyarakat ditegakkan,” kata Chriswanto.
Sementara itu Singgih mengatakan, jika masyarakat menjadi _smart_, maka elemen lain seperti pemerintah dan institusi juga perlu _smart_. “Kuncinya dengan pengembangan pendidikan, tidak hanya intelektual tapi juga emosi dan mental siswa. Ditambah dalam pendidikan agama perlu menciptakan suasana inklusif dan toleran,” imbuhnya.
Dalam hal tersebut, ia mencontohkan apa yang dilakukan LDII dengan masyarakat. Selama ini, adalah mengedepankan kontribusi, pendidikan karakter, dan penerapan nilai Pancasila. “Kita perlu integritas atau kejujuran, serta memiliki tanggung jawab menyadari konsekuensi saat menggunakannya,” kata Singgih.